Rabu, 21 Oktober 2015

Gelap Dinihari -Par Ayi Umasugi-
















Inilah gelap dinihari
Orang-orang menuju palung kabut kelam
Berbaris seperti barisan semut
Menuju gelap yang muram
Amat seram, mereka di telan pelan-pelan..

Sungguh malang apa yang kita saksikan..
Mencoba mengelak tapi gelap menyelam
Dengan senang hati menyerang
Hingga mata dan telinga
Kita sendiri bukan milik kita lagi
Lain dan selalu berpacu pada lain.

Ruang-ruang gelap
Waktu adalah ratap
 mengajak segala menjadi cepat
Agama dijadikan pelempiasan penuh hayalan
Tanpa melawan penindasan.

Tanah menjadi tempat penampungan darah dan nanah
Bukan lagi milik petani menanam dan memanen hasilnya
Teknologi menggergaji yang hakiki
Yang megah-megah di tapaki
Yang biasa sentosa di ludahi.
Yang leluhur
Di pasung tak luhur
Atas nama kultur yang harus seksi dan lentur.

Realitas pun di caci maki
Ah.. kudacuki!

Teriak para mahluk oportunis
Hanya bersuara dan memilih diam
Ketika muara nafas di redam

Kata sadis menembak
Seperti bom meriam yang menerjang
Pas di jantung.
Semua mahluk mati
Dan pesta gelap ramai berapi-api..

Kita selalu menemui kata luka dan duka.
Yang tulus telah retak:porak poranda!

Menepi adalah jalan menuju merdeka!
Mengukur seberapa besar mulut
Dari gelap yang menganga.
Berjanjilah:kita akan menyerangnya.

Idra, Yogyakarta 13/10/2015


Jumat, 02 Oktober 2015

Komunitas Sastra Serukan Kepedulian Hari Tani



Bertempat di Lobi Gedung D Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) beberapa komunitas sastra kompak menyuarakan kepedulian terhadap petani kepada civitas akademika pada Kamis, (1/10). Mereka adalah Rakyat Sastra, Forum Mahasiswa Pecinta Pena (FMPP), dan Sesenri. Kegiatan yang bertajuk "Refleksi Hari Tani" terbuka untuk umum dalam artian civitas akademika dipersilahkan untuk ikut menyerukan kepeduliannya kepada nasib petani. Aksi ini juga sebagai bentuk solidaritas kepada masyarakat Riau yang sedang berjuang melawan asap.

















Selain untuk memperingati Hari Tani yang jatuh pada 24 September 2015 dan aksi solidaritas terhadap asap yang terjadi di Riau, kegiatan ini juga dimaksudkan untuk menaikkan isu-isu nasional terkait dengan persoalan agraria. Persoalan mengenai agraria merupakan tanggungjawab semua elemen. Pemerintah turut andil dalam hal ini karena pemerintahlah yang memberikan kebijakan mekanisme agraria. Mahasiswa dalam hal ini harus mampu mengawasi dan memberikan perlindungan jika ada penindasan terhadap petani. Hal demikan tersirat dalam puisi yang dibacakan salah satu mahasiswa.

"Sastra bukan hanya sekedar sastra percintaan, tetapi sastra harus mampu sebagai pengetuk (suara) dan sebuah pemberontakan," ungkap Idra Faudu mahasiswa Fakultas Pertanian. Sastra sebagai hasil pola pikir estetika dalam bentuk kata, melalui sastra seseorang akan mampu meneriakkan kebenaran.

Meskipun dalam pelaksanaannya terdapat kendala di tengah berlangsungnya acara yakni terputusnya saluran listrik namun tidak memadamkan antusiasme orator puisi dan civitas akademika yang tertarik dengan kegiatan tersebut. Hal tersebut semakin memotivasi orator puisi untuk lebih semangat dalam menyalurkan kepeduliannya. (SLS & KAF)
Sumber: LPPM Nuansa UMY :http://nuansa.persmahasiswa.org/2015/10/komunitas-sastra-serukan-kepedulian.html