Inilah gelap dinihari
Berbaris seperti barisan
semut
Menuju gelap yang muram
Amat seram, mereka di
telan pelan-pelan..
Sungguh malang apa yang
kita saksikan..
Mencoba mengelak tapi gelap menyelam
Dengan senang hati menyerang
Hingga mata dan telinga
Kita sendiri bukan milik kita lagi
Lain dan selalu berpacu pada lain.
Ruang-ruang gelap
Waktu adalah ratap
mengajak
segala menjadi cepat
Agama dijadikan pelempiasan penuh hayalan
Tanpa melawan penindasan.
Tanah menjadi tempat penampungan darah dan nanah
Bukan lagi milik petani menanam dan memanen
hasilnya
Teknologi menggergaji yang hakiki
Yang megah-megah di tapaki
Yang biasa sentosa di ludahi.
Yang leluhur
Di pasung tak luhur
Atas nama kultur yang harus seksi dan lentur.
Realitas pun di caci maki
Ah.. kudacuki!
Teriak para mahluk
oportunis
Hanya bersuara dan
memilih diam
Ketika muara nafas di
redam
Kata sadis menembak
Seperti bom meriam yang
menerjang
Pas di jantung.
Semua mahluk mati
Dan pesta gelap ramai
berapi-api..
Kita selalu menemui kata luka dan duka.
Yang tulus telah retak:porak poranda!
Menepi adalah jalan menuju merdeka!
Mengukur seberapa besar mulut
Dari gelap yang menganga.
Berjanjilah:kita akan menyerangnya.
Idra, Yogyakarta 13/10/2015