Rabu, 07 Mei 2014

Ironi Swasembada Pangan


                          
              Indonesia pernah membukukan sejarah kegemilangan prestasi swasembada pangan dengan kulminasinya berupa undangan Edouard Saoum (Direktur Jenderal FAO) kepada Presiden Soeharto untuk mengisahkan keberhasilan mencapai swasembada pangan tersebut (14 November 1985) di Roma.  Setelah itu, pewartaan tentang keberhasilan spektakuler pertanian nyaris senyap.Kini pemerintah indonesia menargetkan 2014 indonesia akan swasembada pangan.Dari lima target swasembada pangan yaitu, beras, kedelai ,daging, jagung, dan gula saat ini masih di gempur habis-habisan oleh produk asing.
  
   Tahun 2012 produksi beras mencapai 69,05 juta ton atau setara 40,05 juta ton beras. Sedangkan konsumsi beras rakyat Indonesia sekitar 139 kg per kapita per tahun atau total mencapai 34,04 juta ton per tahun, atau surplus hingga 6 juta ton. Demikian pula dengan tahun ini, pemerintah pun sebenarnya optimistis tidak lagi harus impor beras. Namun pada kenyataannya, Indonesia masih saja mengimpor beras dari negara-negara tetangga. berdasarkan data BPS, hingga pada Agustus 2013 saja, Indonesia sudah mengimpor beras hingga 35.818 ton dengan nilai US$19,132 juta, yang dipasok Vietnam, Thailand, Pakistan, India, dan Myanmar. Jika diakumulasikan dari Januari hingga Agustus 2013, beras yang masuk ke Indonesia mencapai 302.707 ton senilai US$156,332 juta. Jumlah impor beras ini diperkirakan mencapai 600 ribu ton tiap tahunnya. Produksi kedelai lokal sekarang baru 800 ribu ton. Sedangkan kebutuhannya sendiri sebanyak 2,5 juta ton akhirnya pemerintah  impor kedelai sebanyak 100 ribu ton.Dan kini tidak jarang, Indonesia sebagai negara agraris, harus mengimpor bahan pangan dari negara-negara lain.
  
   Sejarah mencatat Indonesia pernah mengalami masa swasembada pangan, khususnya beras, pada dekade 1980-an.Bahkan saat itu, Organisasi Pangan Dunia, FAO memberikan penghargaan istimewa kepada pemerintah atas prestasi luar biasa ini.Namun, bertahun-tahun sesudah itu prestasi swasembada beras nampaknya sulit terulang bahkan tidak jarang Indonesia harus mengimpor beras dari negara tetangga, misalnya Thailand dan Vietnam.Selama beberapa tahun terakhir, masalah ketahanan pangan menjadi masalah penting di Indonesia.Sejumlah pengamat mengatakan akibat persediaan yang terbatas, harga berbagai komoditas pangan, diperkirakan akan menembus tingkat yang sangat mengkhawatirkan.

Masalah Lahan
   Saat ini, konversi lahan pertanian telah mencapai 100.000 ha per tahun. Sedangkan kemampuan pemerintah dalam menciptakan lahan baru hanya maksimal 30.000 ha, sehingga setiap tahun justru terjadi pengurangan lahan pertanian.

 Sistem ekonomi Yang Liberal
  Salah satu masalah utama lemahnya produksi pertanian di negeri ini adalah sistem ekonomi yang liberal sehingga importir dari luar negeri masuk tanpa perdulikan produk di dalam negeri .sehingga, walaupun negeri ini dalam kedaan kecukupan akan tetapi import terus berjalan.Di sisi lain, ekspolitasi lahan pertanian terus berjalan karena pemerintah mendukung investasi di setiap daerah tanpa mengontrol.

Kurangnya SDM
   Dalam 9 tahun terakhir  ini saja, jumlah petani berkurang sekitar 14 juta. Tahun ini, petani di Indonesia tinggal 26,1 juta orang.Beberapa faktor utamanya adalah, tergusurnya lahan yang petani miliki, tidak adanya regenerasi petani, dan yang bekerja di dunia pertanian saat ini adalah orang-orang yang hanya lulusan SD,SMP dan lulusan SMA masih minim apalagi yang sarjana? Lihat saja di setiap aktivitas pertanian telah jarang seorang penyuluh pertanian yang berikan penyuluhan langsung ke lapangan.

Minimnya Dana
    Sekarang ini anggaran di sektor pertanian tidak terlalu besar. Untuk APBN terakhir hanya sebesar Rp 9 triliun.Untuk mencapai negara yang pertaniaannya kuat dana tersebut tidaklah cukup, karna mengingat negara ini adalah negara kepulauan dan untuk penyaluran barang logistik, pembiayayaan penyuluh, pembelian benih, dan subsidi untuk petani memerlukan dana yang besar.

  Swasembada pangan tidak akan pernah kehilangan aktualitasnya karena persoalan ini terus menjadi perhatian sekaligus keprihatinan kalangan internasional maupun lokal.Perlu kita sadari bahwa negara yang tidak memiliki ketahanan pangan yang kuat, tidak mungkin menjadi sebuah negara yang benar-benar berdaulat.Negara ini terus mengidap persoalan keterbatasan jumlah pasokan yang membuat harga pangan makin tidak terjangkau hingga ketergantungan impor. Kondisi ini kemudian diperburuk dengan koordinasi antarpemerintah yang buruk, bahkan muncul adanya pratik kartel hingga mafia dalam mengatur harga dan pasokan pangan tertentu.Pertannyaannya adalah apakah bangsa ini bisa berswsembada pangan seperti di tahun 1985???.(id).
                                                     (Berbagai Sumber).