Pertanian indonesia telah memasuki masa krisis.Tanah sebagai hak
hidup untuk menanam di rampas dengan semena-mena oleh perusahaan berkorporat ;investor,pemerintah,militer
bahkan kesultanan.konflik agraria yang berakhir dengan putusnya nyawa tak bisa
dihindari di seluruh daerah di negeri ini.
Seperti yang terjadi di dekat kita kawasan petani pesisir kab.kulon progo .Lahan petani di alih fungsikan menjadi tambang pasir besi oleh Perusahaan milik “keluarga keraton Yogya kemudian berkongsi dengan Indo Mines Ltd. dari Perth, Australia Barat, menjadi PT Jogja Magasa Iron (JMI), yang berencana menambang pasir besi di pantai Kulon Progo sepanjang 22 Km, mengolahnya menjadi pig iron dan mengekspornya ke Australia. Tak lama setelah Sultan menyatakan siap jadi calon presiden, pemerintah dan PT JMI menandatangani kontrak karya pertambangan pasir besi di Pantai Bugel, Kulonprogo, selama 30 tahun”, (Koran Tempo, 12/11/2008).
Petani telah turun ke jalan dan melakukan aksi penolakan
selama beberpa tahun terakhir. Akan tetapi pihak korporasi seolah menutup
telinga dan melakukan penagkapan secara ilegal untuk tokoh yang sangat
berpengaruh dalam lingkungan masyrakat petani lahan pesisir tersebut.Seperti
yang di alami Tukijo, seorang petani yang di tangkap secara paksa tanpa alasan ataupun landasan hukum yang jelas
Dari kepolisian maupun PT JMI.Dari hal ini kita dapat melihat dengan jelas
bagaimana ‘’kebuasan’’ penegak hukum,korporasi,maupun pihak kesultanan, tidak
segan-segan melancarkan berbagai tindakan seperti perampok yang ingin mengincar
apa yang ia ingin rampok.
Terlepas dari masalah
di atas , di negeri yang kaya akan sumber daya alam ini khusunya di bidang
pertanian peran pemerintah sebagai pemegang kuasa dalam pengambilan keputusan
mulai dari pusat hingga di berbagai daerah mengeluarkan kebijakan atau
aturan-aturan yang mempersudut petani dan ruang geraknya untuk beraktivitas
secara normal yaitu bertani.Kasus terbaru adalah tergabungnya indonesia sebagai
anggota AEC (Asean Economi Comunity) menandakan nasib petani di negeri ini
ibarat seperti anak SD yang di kasih
materi SMA oleh guru, padahal secara kemampuan dan daya pikir tidaklah mungkin
anak SD dapat menerima apa yang di ajarkan di SMA, seperti halnya dengan
kualitas SDM (sumber daya manusia) petani indonesia yang masih di bawah
rata-rata di karenakan yang dominan adalah berlatar belakang lulusan SD dan SMP
tidaklah mungkin bersaing di AEC yang notabenenya pasar bebas (free market)
yang menunutut seorang pelaku usaha harus berkompetisi “ melawan’’ pelaku usaha
lainnya yang bukan hanya di dalam negeri.
Memang jelas 30 tahun terakhir ini indonesia tak berdaya membentengi diri untuk menghadapi arus globalisasi berwatak kapitalisme dan liberalisme yang sistemnya membebaskan sesorang atau negaranya meraup keuntungan dari sebuah negara berkembang yang kaya akan SDA secara ganas tanpa melihat keberlangsunag hidup atau kedaulatan negara yang di jajah.
Inilah wajah pertanian indonesia dalam konteks kekinian.akankah pertanian indonesia berjaya dengan mengndalkan tanah yang luas, dan kualitas SDM yang mapan?.
“Masalah pangan adalah masalah bangsa, sebelum perut di isi pasir dan batu: Mari kita selesaikan secara anarki
melawan kekuasan tirani”
_SUARA MAS CANGKUL_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar